Sabtu, 07 April 2018

Syaila Bermata Kucing


Teks Cerpen
Sorot Mata Syaila
karya M. Shoim Anwar
Di Bandara Internasional Abu Dhabi, pukul satu dini hari, detak jantungku makin kencang. Pipi perempuan itu perlahan-lahan menyentuh pundakku. Terasa makin dekat dan hangat. Mulanya dia masih berusaha menegakkan kepalanya kembali beberapa kali, tapi makin lama kesadarannya makin menipis. Pipi itu akhirnya benar-benar menempel dengan pasti. Sebuah penyerahan yang lembut. Ujung hijabnya menyentuh hidungku. Terasa ada aroma parfum Alfa Zahrah. Gaun panjang terusan warna hitam yang dikenakan, abaya, ikut meluruh ke tubuh kiriku.
Aku tak berani bergerak. Ada baiknya berdiam agar dia tak terbangun dengan tiba-tiba. Ini pasti di luar kesadarannya. Malam telah melarut dan payah pun membalut. Hembus napasnya terdengar makin teratur. Tangan perempuan itu menyilang di pangkuannya. Lengan bajunya mengingsut naik. Bulu-bulu panjang tampak tumbuh merebah di lengan. Kulitnya bersih dan cerah membuat bulu-bulu itu tampak dari pangkal tumbuhnya hingga ujung. Sementara kuku-kukunya dipotong agak meruncing, warnanya merah muda seperti buah kurma menua di pohonnya. 
Di negeri Uni Emirat Arab ini aku mesti berganti pesawat. Enam jam para penumpang harus menanti. Penerbangan masih harus kutempuh sekitar sembilan jam lagi dengan maskapai Etihad Airways nomor penerbangan EY 474. Jarak masih membentang sekitar 5.594 km lagi. Para penumpang, baik yang transit maupun baru, memenuhi lantai dua. Mereka menanti jadwal masing-masing. Kursi-kursi telah penuh. Sebagian penumpang, sepertinya para pembantu rumah tangga, duduk di lantai. Perempuan yang bersandar di pundakku makin nyaman dalam tidurnya. Beberapa orang sepertinya tersenyum ketika melihat pemandangan itu.
Aku duduk di deretan kursi menghadap ke Sky Bar dan gate 7-8. Lorong menuju ke toilet ada di depan sana. Perempuan itu mulanya mondar-mandir mencari tempat duduk sambil menyeret koper kecil warna cokelat. Sudah beberapa kali dia lewat sambil melihat tempat duduk di dekatku. Kebetulan kursi di sebelah kiriku agak longgar. Aku merasa harus berbagi. Akhirnya aku mengingsut dan mempersilakannya duduk.
Awalnya aku merasa ragu. Maklum di belahan dunia Arab antara laki-laki dan perempuan umumnya dipisahkan dengan ketat. Tapi ini di Abu Dhabi, bukan Kota Suci Makkah atau Madinah yang memerlukan waktu sekitar dua jam dengan pesawat ke sana. Meski awalnya aku tak yakin, perempuan itu akhirnya duduk di sebelahku. Aku membantu menata koper di depannya.
Syukran,” dia mengucapkan terima kasih.

Beberapa saat aku mencoba menyesuaikan. Laki-laki tua berjenggot panjang di sebelah kirinya juga mengingsutkan duduknya. Sementara lelaki berkulit gelap di sebelah kananku tetap menyandarkan kepalanya di kursi, mendongak dengan mata tertutup dan mulutnya membuka seperti buaya memasang perangkap agar ada mangsa yang masuk. Orang-orang yang duduk ber deret di kursi depan sudah tidak lagi memperhatikan. Kaki mereka kembali berselonjor. Beberapa saat situasi pun tenang kembali.

 Ismii Matalir,” aku memperkenalkan na ma ku. Bukan nama resmi, tapi nama panggilan waktu kecil.

Perempuan itu memandangku. Mungkin dia merasa aneh mendengarnya.

Maasmuka? Mat…alir?”

Aku mengangguk.

Ana min Indonesia,” aku melanjutkan. Dia tersenyum dan manggut-manggut. Beberapa saat aku masih memandang ke arahnya. Perempuan muda itu berhidung mancung dan beralis tebal. Kulit mukanya

cerah dengan bibir mengilat semu merah. Bulu-bulu lembut di atas bibirnya menguat meski tampak samar.

Ilaa ayn tadzhab?” aku bertanya ke mana dia pergi.

“Pakistan.”

Kami saling tersenyum. Koper di depannya aku rapikan lagi agar tidak menghalangi orang lewat. Kami berbasa-basi beberapa saat. Dia lalu melihat-lihat telepon selulernya, kemudian menoleh ke arahku kembali.

Wa anti maasmuki?” aku tanya namanya, meski sadar itu terlalu bernafsu. Dia tak segera menjawab. Aku tetap memandangnya.

“Syaila,” jawabnya kemudian. Nama itu terdengar indah di telingaku. Artinya adalah kobaran api.

Perempuan dari segala penjuru dunia memang boleh datang ke Abu Dhabi. Mereka tidak sedikit yang memakai celana pendek dan kaus oblong. Agak kontras dengan mereka yang memakai cadar. Perempuan muda berhijab dengan wajah terbuka juga lazim dijumpai. Para pramugari milik negeri ini malah memakai span ketat di atas lutut dan baret dengan rambut terbuka. Meski tidak bercadar, pakaian Syaila bagiku sudah nyaris sempurna menutup tubuhnya.

Syaila menanyakan nama maskapai dan kota tujuanku. Dia tahu kalau pesawatku akan take off lebih dulu dibanding dia. Lama-lama pembicaraan kami mulai jarang. Bukan bahan omongan yang mulai habis, tapi bahasa Arabku yang kedodoran sehingga tak bisa mengungkapkan apa yang akan kukatakan. Rasa kantuk mulai menyerang. Detik-detik inilah aku mengetahui Syaila juga mulai di se rang kantuk.

Sekarang aku berpikir persoalanku sendiri. Aku berharap penerbanganku terlambat, bila perlu ditunda dalam waktu yang panjang. Alasan melaksanakan ibadah ke Tanah Suci dan ziarah ke makam nabi-nabi sudah kulalui. Semua itu aku lakukan untuk memperlambat proses hukum sambil mencari terobosan lain, termasuk sengaja tidak hadir saat dipanggil untuk diperiksa penyidik.

Perkara ini tidak melibatkan aku seorang diri. Seluruh keluarga, istri dan anak-anak, juga diperiksa karena diduga teraliri dana dalam bentuk kepemilikan saham perusahaan. Si alan, seorang teman anggota parlemen yang menjadi terdakwa “menyanyi” saat di persidangan, termasuk mengungkap liku-liku pemenangan tender yang telah kami skenariokan untuk perusahaan keluarga. Pengakuan itu bahkan telah masuk dalam berita acara peme riksaan alias BAP. Jumlah kerugian uang negara juga telah disebut.

Ketika beberapa kali disidik oleh pihak kepolisian, aku dapat bocoran bahwa statusku yang semula saksi sudah ditingkatkan menjadi tersangka. Ada yang mengatur agar statusku tidak bocor ke publik. Pada saat itulah aku dengan cepat melarikan diri keluar negeri. Tentu saja dengan beberapa skenario yang sudah kupersiapkan sejak kasusku mulai diungkap. Semua keluarga sudah diskenario agar satu suara, bila perlu bungkam.

Nanti, ketika berkas perkaraku dilimpahkan ke kejaksaan untuk dibuat tuntutan, aku dapat informasi bahwa statusku sebagai tersangka mau tak mau akan terbuka di kejaksaan. Pun sudah ada yang memberi tahu bahwa kejaksaan akan meminta pihak imigrasi untuk mencekal aku pergi ke luar negeri. Dan benar, ketika berita ramai tersiar bahwa aku dicekal, posisiku sudah di luar negeri. Inilah enaknya punya jaringan khusus di lembaga peradilan. Aku merasa sedikit beruntung kasusku ditangani mereka. Andai yang menangani KPK, mungkin aku sudah meringkuk di sel.

Bagiku, pergi melakukan ibadah ke Tanah Suci jauh lebih baik daripada pura-pura sakit ketika diproses secara hukum. Aku toh berdoa sungguh-sungguh. Berita-berita dari tanah air menyatakan bahwa aku buron sehingga beberapa lembaga antikorupsi ikut menempel posterku di tempat-tempat umum. Tapi biarlah orang lain mau bilang apa. Setiap orang punya cara sendiri-sendiri. Termasuk minta diselimuti dan diinfus di rumah sakit kayak orang mau mati. Pura-pura kecelakaan nabrak tiang listrik juga biarlah. Pura-pura mencret akut saat sidang juga ada.

Pengacara yang kusewa dengan harga mahal pasti sudah memberi penjelasan panjang lebar sesuai permintaanku, termasuk mengajukan praperadilan. Ibarat pesta biskuit, dia telah kutaburi remah-remahnya yang tersisa di kaleng. Sambil menikmati rontokan biskuit dia bicara tak henti-henti membelaku, seperti anjing yang sangat setia melindungi tuannya.

Kembali aku melihat-lihat ke sekitar. Arsitektur bandara ini membuatku serasa bernaung di bawah pohon kurma raksasa. Pilar tunggal yang besar berada di tengah dari lantai satu hingga lantai dua. Ujung pilar itu mekar menyerupai daun-daun kurma dan sekaligus membentuk langit-langit secara melingkar dengan motif ornamen segi enam. Stan-stan penjual makanan ringan, minuman, dan sovenir juga ditata melingkar. Di bawah pilar dipajang dagangan sebangsa parfum, alat kecantikan, jam tangan, serta perhiasan dengan harga mahal.

Malam telah bergeser ke dini hari. Orang-orang seperti membeku di kursinya. Kepala Syaila bergerak-gerak. Sepertinya perempuan itu mulai terbangun. Terdengar desah napasnya disertai lenguh yang lembut. Perlahan dia mengangkat kepala dari pundakku. Dia berkedip-kedip melihatku agak lama. Seperti meyakinkan sesuatu yang telah lama hilang. Ekspresinya datar. Aku pun menatapnya. Tanpa bicara apa-apa.

Tangan kanan Syaila perlahan merambat ke pegangan koper. Sambil tetap melihatku, dia bangkit. Matanya berkedip-kedip. Koper itu didorongnya ke depan, lalu melangkah. Beberapa detik setelah itu dia berhenti. Pandangannya masih diarahkan kepadaku. Syaila mengangguk. Mungkin sebagai isyarat pamit. Aku pun mengangguk. Posisi kopernya berganti di belakang. Perempuan itu melangkah lagi. Ada rasa kehilangan melepas kepergiannya.

Baru beberapa langkah berjalan, Syaila kembali membalikkan pandangan. Dia mengangguk. Aku membalas. Tapi dia tak segera beranjak. Seperti ada isyarat lain untukku. Aku pun berdiri. Syaila melangkah lagi. Ada kegamangan dalam diriku. Kali ini aku mulai menangkap maksudnya saat perempuan itu kembali menoleh dan mengangguk dua kali. Aku berjalan ke arahnya. Syaila melanjutkan langkah ketika mengetahui aku mengikuti. Terasa ada dorongan yang makin kuat. Aku meniti di belakang langkahnya.
Syaila menuruni tangga ke lantai satu. Aku membuntut. Dia berbelok ke kiri, menuju ke lorong yang makin sepi karena stan-stan di kanan kiri semuanya tutup. Suasana bertambah senyap. Sesekali perempuan itu menoleh ke arahku dan mengangguk. Sebuah isyarat agar aku terus mengikuti. Lampu-lampu makin meredup. Bunyi sepatu perempuan itu makin jelas. Detaknya memantul ke dinding-dinding lorong yang makin panjang. Abaya hitam yang dikenakan membuatnya makin samar dalam keremangan.

Sampai di pertigaan Syaila berhenti sejenak. Dia menoleh ke kiri dan kanan. Ketika jarak antara kami tinggal dua tiga langkah, perempuan itu berbelok ke kanan dan mempercepat langkahnya. Aku seperti tersedot mengikuti arusnya. Ternyata ini bukan lantai terakhir. Di ujung lorong ada tangga ke bawah. Dengan langkah makin cepat Syaila meluncur turun. Udara terasa makin pengap dan bau apak mengambang. Lantai tak lagi rata. Di sana-sini ada bekas genangan air. Kesenyapan hampir sempurna membalut. Detak sepatu itu terdengar makin cepat.

“Syaila…,” aku memanggil. Dia menoleh sejenak dan mengangguk. Langkahku makin cepat karena harus mengikutinya. Suasana makin meredup, tinggal satu dua lampu yang tersisa di kejauhan sana. Ada kelepak melintas di depanku. Tubuh Syaila makin samar dibalut remang. Seperti ada kekuatan yang menyedot langkahku untuk terus mengalir. Pantulan detak sepatu Syaila makin menggema dari sudut ke sudut. Lorong ini terasa makin sempit dan berkelok-kelok menyerupai labirin.

“Syaila…,” aku menyeru. Tubuh perempuan itu makin menghablur. Yang kudengar kembali adalah gema suaraku yang memantul-mantul makin keras. Lorong semakin berliku-liku. Syaila tampak seperti bayangan melayang-layang dalam remang. Tiba-tiba ada kabut dingin yang datang. Kembali kuseru nama Syaila. Dalam keremangan samar-samar tampak dia menoleh dan berhenti. Aku melihat bola mata perempuan itu merona dalam kegelapan, berpendar mengeluarkan cahaya kebiruan. Seperti sepasang mata kucing hitam saat di sorot cahaya di kegelapan.


Kembali aku menyeru. Tapi suaraku seperti tercekat di tenggorokan. Sorot sepasang mata Syaila makin kuat menembus kabut. Seperti juga seekor kucing hitam, sosok itu melayang dan menyambarku. Aku terjatuh. Tengkurap di lantai lorong yang basah. Ada bunyi kelepak yang datang menyerbu. Makin riuh di telingaku. Aku membeku.

Beberapa saat kemudian lamat-lamat ganti terdengar suara merintih-rintih memanggilku. Aku berusaha merayap mendekat. Kata-kata “papa” yang disuarakan makin jelas. Sepertinya ada beberapa suara yang memanggilku. Semuanya merintih dengan nada kesakitan.

Lorong ini bukan saja basah, tapi semakin becek dan pesing. Ada tetesan air dari pipa di langit-langit. Aku merayap terengah-engah. Tampak seberkas cahaya di sana. Sampai di tikungan lorong aku mendongak. Cahaya menyorot ke sana. Ah, aku terkejut! Aku melihat istri pertama beserta kedua anakku digantung. Leher mereka dijerat, kaki dan tangannya diserimpung seperti kepompong. Di sebelah mereka aku juga melihat hal yang sama. Istri keduaku beserta dua anaknya juga mengalami hal serupa. Dua orang istri dan empat orang anakku bergelantungan tak berdaya. Seperti menunggu ajal yang segera tiba, mereka merintih-rintih kesakitan.

Aku berusaha meyakinkan diri. Ini bukan mimpi atau sekadar ilusi. Di lorong terdalam Bandara Internasional Abu Dhabi, aku tak berdaya menolong istri-istri dan anak-anakku yang sekarat menghadapi maut. Mereka digantung seperti kambing habis disembelih untuk dikuliti. Barangkali ini adalah ujung dari hidup kami semua. Aku ingin meronta, tapi suaraku tercekat di tenggorokan. Kaki dan tanganku pun terserimpung di lantai lorong yang becek dan pesing.

Lalu di manakah Syaila? Perempuan itu telah melenyap bersama gelap. Sosoknya menghilang tanpa bayang. Sebagai kucing hitam, dia membenam dalam kelam. Aku tersuruk di sini. Menatap kedua istri dan empat anakku yang hampir beku. Seluruh tubuhku juga kaku dan beku. Kelepak itu pun datang kembali bertubi-tubi, terbang mengitari tubuhku untuk dimangsa inci demi inci. ***

Abu Dhabi-Surabaya, 1 Januari 2018





KRITIK SASTRA PADA CERPEN SOROT MATA SYAILA
A.    Biografi Penulis
M. Shoim Anwar adalah sastrawan dan dosen di Surabaya, doktor bidang pendidikan bahasa dan sastra. Buku kumpulan cerpennya, antara lain, Oknum, Musyawarah Para Bajingan, Pot dalam Otak Kepala Desa, Sebiji Pisang dalam Perut Jenazah, Asap Rokok di Jilbab Santi, dan Kutunggu di Jarwal.

B.     Tempat terjadinya peristiwa
Latar atau tempat peristiwa yang Digambarkan dalam cerpen Sorot Mata Syaila adalah di Bandara Abu Dhabi..
C.     Alur cerita
Paragraf pertama cerpen Sorot Mata Syaila mengambarkan bagaimana keadaan di Bandara Abu Dhabi pada waktu tengah malam. Seorang perempuan perlahan mendekati pseorang laki-laki dan memegang pundaknya. Semakin lama perempuan itu semakin mendekat sehingga tubuhnya benar-benar menempel dipundak laki-laki itu. Secara perlahan perempuan itu tertidur pulas dipundaknya. Ketika ujung hijabnya menyentuh hidung penulis, tercium bau yang harum dari tubuh wanita itu yakni, aroma parfum Alfa Zahra. Pakaian panjangnya menutupi bagian tubuh sebelah kiri laki-laki itu.  
Paragraf kedua cerpen Sorot Mata Syaila, mencitrakan tentang Laki-laki itu  terpaksa tidak bergerak agar perempuan itu tidak terbangun dari tidurnya. Penulis berfikir bahwa pasti perempuan itu tidak sadar telah tidur dipundaknya. Malam semakin larut dan Lelah mulai menghampirinya. Suara hembusan nafasnya masih tetap terdengar tenang. Dan tanpa sadar tanggan perempuan itu berada di pangkuan penulis sehingga, lengan bajunya naik ke atas. Terlihat tangan yang   berkulit putih bersihnya, dan bulu-bulu yang tumbuh ditangannya. Kulitnya yang putih membuat bulu-bulu tangannya terlihat sampai e pergelangan tangan. Kukunya yang terawat indah dan diberi warna merah muda seperti buah kurma menua di pohon membuatnya semakin indah untuk dilihat.  .
Paragraf ke tiga cerpen Sorot Mata Syaila, mengambarkan keadaan yang terjadi di negri Uni Emirat Arab. Di bandara itu penumpang harus menunggu pesawat yang kedua. Penumpang pesawat harus menunggu penerbangan berikutnya. Jarak yang harus ditempuh sekitar Sembilan jam lagi dengan maskapai Etihad Airways nomor penerbangan EY 474. Jarak masih membentang sekitar 5.594 km lagi. Para penumpang harus menanti jadwal penerbangannya di lantai dua. Perempuan itu masih terlihat nyaman dipundak penulis, sehingga banyak orang yang tersenyum melihatnya.
Paragraf ke empat cerpen Sorot Mata Syaila , mencitrakan Perempuan itu sedang mencari tempat duduk, dan laki-laki itu berada dideretan kursi yang menghadap Sky bar dan gate 7-8. Laki-laki itu melihat perempuan dengan membawa koper kecil yang berwarna coklat. Karena merasa bahwa perempuan itu tengan mencari tempat duduk, dan kebetulan di sebelahnya kosong maka, laki-laki itu mempersilahkan perempuan itu duduk.
Paragraf kelima cerpen Sorot Mata Syaila , Laki-laki itu merasa takut dan ragu, karena di Arab antar laki-laki dan perempuan umumnya akan dipisah dan penjagaannya pun akan diperketat, itu adalah peraturan yang hakiki. Namun, laki-laki itu berfikir kembali. Dia berfikir bahwa ini adalah Abu Dhabi bukan kota suci Makkah atau Madinah. Akhirnya laki-laki itu mempersilahkan perempuan itu duduk dan membantu menata kopernya. Lalu perempuan itu mengucapkan terimakasih dengan menggunakan Bahasa Arab.
Paragraf kelima cerpen Sorot Mata Syaila ,Di tempat itu juga seorang laki-laki tua yang berjengot duduk di sebelah kiri perempuan itu sehingga perlahan bergeser. Dan ada juga laki-laki yang berkulit hitam duduk di sebelah laki-laki itu, dan menyandarkan kepala dipundaknya. Matanya tertutup dan mulutnya terbuka lebar. Semua orang yang ada disekitar tidak lagi memperhatikan.Laki-laki itu memperkenalkan dirinya dengan menggunakan Bahasa  Arab. Ketika dia memperkenalkan Namanya, perempuan itu memandang dengan heran. Dan mereka saling berkenalan dengan menggunakan Bahasa Arab. Laki-laki itu berasal dari Indonesia dan perempuan itu berasal dari Pakistan. Mereka saling melempar senyum, dan laki-laki itu merapikan koper perempuan itu. Tidak berselang lama telepon perempuan itu berbunyi, dan perempuan itu memandang kea rah laki-laki yang ada membantunya merapikan koper.
Paragraf keenam cerpen Sorot Mata Syaila , Laki-laki itu berusaha menanyakan nama perempuan itu dengan menggunakan Bahasa Arab, dan perempuan itu bersedia memperkenalkan Namanya. Syaila adalah nama perempuan itu. Di Abu Dhabi mayoritas perempuannya menggunakan baju Panjang, berhijab, dan bercadar. Namun, masih ada juga yang menggunakan celana pendek dan kaos oblong. Ada juga perempuan yang berhijab namun, tidak memakai cadar. Begitu juga dengan pramugari negara, yang menggunakan baju dinasnnya. Syaila, meskipun dia tidak menggunakan cadar tetapi cara berpakaiannya dapat dibilang sepurnah.
Paragraf ketujuh cerpen Sorot Mata Syaila , Syaila yang mengetahui bahwa Matalir atau laki-laki itu akan Take out, Syaila menanyakan nama maskapai penerbangannya. Namun, laki-laki itu tidak bisa berkata apa-apa karena, Bahasa Arabnya masih banyak yang kurang dimengerti. Ketika rasa katuk menghampiri keduanya, Matalir ingin penerbangannya ditunda agar memiliki waktu yang cukup lama untuk menghindari jeratan hukum dan terbebas daripemeriksaan penyelidik. Dengan alasan ingin melaksanakan ibadah ke Tanah Suci dan berziarah ke bumi nabi.
Paragraf kesembilan cerpen Sorot Mata Syaila , Persoalan itu tidak hanya melibatkan orang yang bersangkutan namun, juga melibatkan keluarga seperti istri dan anak-anaknya. Semua keluarganya diperiksa karena diduga terlibat mendapatkan uang dari hasil korupsi. Seorang temannya yang telah menjadi terdakwa berusaha keras untuk mendapatkan kebebasan dengan mengelak semua bukti. Semuanya telah disusun dengan matang dan baik untuk menghindari jeratan hokum yang menghantui. Semua peristiwa yang terjadi telah dipublikasikan di media sosial.
Paragraf kesepuluh cerpen Sorot Mata Syaila ,Konspirasi demi konspirasi dibuat untuk menutupi kejahatan mereka. Bocornya informasi yang ditetapkan oleh pemerintah membuat para pelaku melarikan diri ke luar negri. Sebelum mereka pergi siasat demi siasat dibuat untuk mengelabuhi hukum dan pemerintah. Pada paragraf kesebelas cerpen Sorot Mata Syaila, digambarkan bahwa ketika berkas pekara sudah dilimpahkan ke jaksaan maka orang yang terlibat dari korupsi itu akan ditetapkan sebagai tersangka. Untuk itu laki-laki itu berusaha untuk menghubungi jaringan khusus yang bekerja di Lembaga peradilan sehingga dia terbebas dari dari KPK dan pergi ke luar negri.
Paragraf  dua belas cerpen Sorot Mata Syaila, mencitrakan laki-laki itu lebih memilih pergi ke tanah suci untuk ibadah, dari pada harus berpura-pura sakit ketika sedang menjalani pemeriksaan atau hukuman.  Dia merasa bahwa, dia jauh lebih baik daripada yang lainnya. Karena, mereka ada yang dirawat di rumah sakit seperti orang mati, ada yang sengaja menabrakkan diri ketiang listrik, dan pura-pura diare ketika akan disidang. Semua orang memiliki cara atau taktik sendiri untuk lari dari jeratan hukum. Ketika wajahnya terdapat pada poster sebagai buronan dia tidak peduli, dia tidak memperdulikan apa kata orang lain.
Paragraf ketiga belas belas cerpen Sorot Mata Syaila, mencitrakan bagaimana pengacara membantu kliennya. Pengacara adalah orang yang mendampingi para terdakwa yang tengah terlibat oleh kasus. Dia menyewa pengacara yang mahal untuk membelanya.
Paragraf kempat belas cerpen Sorot Mata Syaila, mengambarkan arsitektur dari Bandara Abu Dhabi. Dia melihat arsitektur di Bandara Abu Dhabi, dia merasa bahwa, bandara ini sebagai tempat untuk berlindung di bawah pohon kurma yang besar. Ujung pilarnya seperti daun kurma, dan membentuk motif ornamen. Tempat orang berjualan makanan, minuman, dan souvenir. Banyak juga yang berjualan parfum dan alat kecantikan bagi wanita. 
Paragraf kelima belas cerpen Sorot Mata Syaila Malam hari telah tiba, Syaila perlahan terbangun dan nafasnya terdengar ditelinga laki-laki itu. perlahan dia mulai mengangkat kepalanya dari pundak laki-laki tersebut. Syaila menatap laki-laki itu dengan seksama.
Paragraf keenam belas cerpen Sorot Mata Syaila, mencitrakan perpisahan anatara Syaila dan laki-laki yang duduk bersamanya. Syaila mulai beranjak dari tempat duduknya, dia mulai memegang kopernya dan perlahan pergi menjauhi laki-laki tersebut. Syaila pergi dengan cara mengisaratkan kepalanya. Dia mengangguk-anggukan kepalanya, dan mulai pergi. Laki-laki itu merasa kehilangan ketika melihat Syaila pergi.
Paragraf ketujuh belas cerpen Sorot Mata Syaila, Syaila terus berjalan, namun, beberapa langkah kemudian Syaila kembali melihat laki-laki tersebut. Syaila seperti memberikan isyarat kepada laki-laki tersebut. Karena merasa kwatir melihat Syaila yang terus memandangnya, laki-laki itu pun berjalan mengikuti Syaila. Setelah melihat laki-laki itu mengikutinya, Syaila melanjutkan langkah kakinya. Laki-laki itu pun terus mengikuti Syaila.
Paragraf kedelapan belas cerpen Sorot Mata Syaila, Syaila berjalan menuruni tangga, dia pergi kesuatu tempat yang sepi. Melihat laki-laki itu mengikutinya dia terus memandang dan memberikan isyarat kepada laki-laki tersebut. Itu adalah sebuah isyarat agar laki-laki tersebut terus mengikutinya. Laki-laki itu terus mengikuti Syaila hingga jejak Syaila mulai kabur karena kegelapan.
Paragraf kesembilan belas cerpen Sorot Mata Syaila, Akhirnya Syaila sampai pada pertigaan dan dia belok ke kanan. dia semakin mempercepat langkah kakinya. Laki-laki itu pun terus mengikutinya karena rasa penaasaran dengan sosok Syaila. Pada akhirnya mereka harus melewati suatu jalan yang sempit dan udara yang semakin pengap dan bau. Di sana-sini ada bekas genangan air, Syaiala semakin mempercepat langkahnya.
Paragraf kedua puluh cerpen Sorot Mata Syaila, Laki-laki itu berusaha untuk memanggil Syaila. Namun, Syaila hanya mengangguk. Laki-laki itu semakin mempercepat langkahnya. Lorong itu semakin berlikudan laki-laki itu mengalami kesulitan. Lalu, dia terus memanggil nama Syaila. Syaila semakin jauh dan dia sesekali menoleh untuk melihat laki-laki tersebut. Matanya yang indah memancarkan cahayanya di dalam kegelapan lorong itu.
Paragraf kedua puluh satu cerpen Sorot Mata Syaila, Laki-laki itu terus berusaha memanggil Syaila. Akan tetapi dia tidak bisa memanggilnya karena, cahaya mata yang dipancarkan oleh Syaila dalam kegelapan. Laki-laki itu terjatuh di lantai lorong yang basah. Laki-laki itu mendengar suara kegaduhan dan dia pun terdiam.
Paragraf dua puluh dua cerpen Sorot Mata Syaila, Laki-laki itu mendengar suara seseorang yang sedang kesakitan dan memanggilnya. Mendengar suara itu laki-laki itu berusaha untuk merayap dan mendekati suara tersebut. Suara itu memanggil nama “papa”, mendengar dari nadanya mereka sedang merintih kesakitan.
Paragraf dua puluh tiga cerpen Sorot Mata Syaila, Betapa terkejutnya laki-laki itu ketika disampai lorong yang semakin becek dan bau. Dia melihat istri pertamanya dan kedua anaknya digantung. Leher mereka dijerat, dan kedua tangannya diikat seperti kepompong. Di sisi lain juga dia melihat istri keduanya beserta anak keduanya megalami hal yang serupa. Dia melihat dua istri dan empat anaknya tidak berdaya seperti  menunggu ajalnya dan merintih kesakitan.
Paragraf dua puluh empat cerpen Sorot Mata Syaila, Laki-laki itu merasa bahwa itu adalah mimpi dan hanya ilusi. Namun, ketika dia sadar bahwa itu adalah nyata. Di Bandara Abu Dhabi, di lorong yang sepit itu kedua istrinya dan keempat anaknya sedang berjuang melawan maut. Mereka seperti hewan yang akan disembelih. Digantung tanpa ada rasa kemanusiaan.Laki-laki itu berusaha untuk berteriak akan tetapi dia tidak bisa. Suaranya terhenti pada tenggorokannya. Dia pasrah, mungkin ini adalah takdir hidupnya.
Paragraf kedua puluh lima cerpen Sorot Mata Syaila mencitrakan bahwa , laki-laki itu berusaha mencari jejak Syaila. Perempuan itu seperti misteri. Syaila telah menghilang. Laki-laki itu bersembunyi dan menatap kedua istri dan keempat anaknya yang tergantung.

D.    Kelemahan dan kelebihan
1)      Kelemahan
Pada akhir cerita, tidak dijelaskan apa yang terjadi. Sehingga peneliti menerka-nerka bagaimana akhir dari cerita dalam cerpen Sorot Mata Syaila.
2)      Kelebihan
Ceritanya sangat menarik, pembaca sangat kagum ketika membaca cerpen sorot mata Syaila.Banyak sekali pesan moral yang terkandung dalam cerpen Syaila. Cerpen sorot mata Syaila pernah tersiar disurat kabar “Jawa Pos” pada Minggu 14 Januari 2018.


E.     Simpulan
Syaila adalah seorang perempuan yang sangat misterius. Matanya yang indah membuatnya semakin menarik. Di Bandara Abu Dhabi, tersimpan banyak sekali keindahan. Namun, disisi lain telah terjadi ketidakadilan. Di lorong bawah Di Bandara Abu Dhabi,  manusia yang diperlakukan layaknya hewan yang akan disembelih. Seorang laki-laki hanya bisa melihat kedua istri dan keempat anaknya menghadapi kematian. Dia hanya bisa mentap dan mendengar jeritan kesakitan orang-orang terkasihnya.








Tidak ada komentar:

Posting Komentar

ANALISIS PUISI IBU KARYA D. ZAWAWI IMRON

ANALISIS PUISI IBU KARYA D. ZAWAWI IMRON A.     Biografi penulis Zawawi Imron lahir di desa Batang-batang, Kabupaten Sumenep, ...